Selalu saja ada hari yang berat untuk dilewati. Aku cukup mengerti bahwa bunga pun tak selalu merekah, adakalanya ia layu, bahkan mati. Namun, apakah hari yang berat itu bisa menjadi pintu keluar dari egomania atau justru awal dari penjara seumur hidup penuh resah. Hati kita sering terkatung-katung dan terlalu menyerahkan diri pada tanda tanya.
Lalu, akankah kita merdeka? Merdeka dari keinginan kuat yang sering bersebrangan.
Hidup terlalu rumit jika diurai sendiri-sendiri. Maka aku yakin, ada dua kekuatan yang tersimpan pada diri kita yang bisa dengan mudah meretas ketidaktahuan, kebuntuan, atau setidaknya menjinakkan emosi masing-masing.
Semakin tua, aku jadi semakin anak-anak. Tapi itu membuatku nyaman untuk sekedar menghadapi beratnya kehidupan. Orang dewasa cenderung penuh keluh kesah.
Di sisi lain, pada keadaan sadarku, rupanya aku harus banyak berkaca, mencermati tiap mili dari wajah, hati dan pikiran. Kebiasaan memelihara kebodohan telah menjadi tabiat yang buruk. Terlalu lama sendiri menjadikan sikap yang dingin, aneh dan tak sewajarnya.
Aku sangat paham betapa berat hatimu digempur kebodohanku. Entah sudah berapa liter kesedihan yang kau tuang. Aku sering mengecam diriku sendiri, karena sudah semestinya kau bahagia.
Pertanyaan yang terawetkan dibenakku bukanlah seberapa kuat dirimu, tapi seberapa lama aku dalam kebodohan yang akut?
Tahukah, Sayang? Kehadiranmu bak hujan dalam kemarau panjangku, like snow on the sahara, serupa puisi yang sempat kupikir tak ada.
Jika kau menganggap aku terlalu berlebihan menafsirkanmu, aku justru merasa kekurangan deskripsi.
Dan hari ini, jujur, cukup berat untukku. Setiap pesan yang tak tersampaikan selalu mengandung resiko yang berbahaya.
Akan sangat sulit bagiku menghadapi penyesalan. Maka sengaja mengecewakan, melukaimu, adalah tindakan bodoh. Sebagaimana kau ketahui betapa tak berdayanya diriku saat tempo hari telah membuatmu murka. Aku begitu hati-hati dalam bersikap. Aku tak tahu, cukup kuatkah aku bila kehilanganmu. Pada intinya, aku tidak ingin kehilanganmu.
Beberapa bulan yang lalu aku sudah kepikiran akan melakukan apa pada pada tanggal 21 Desember, di mana seorang bidadari lahir, tak lain adalah dirimu, Sayang. Berbulan-bulan itu aku mencari ide, yang akhirnya buntu juga. Kebuntuan membuatku bego. Kamu memberi celah ide konyolku.
Lalu aku kehabisan pikir, dan tak menyia-nyiakan kesempatan itu. Tapi, jika dipikir lagi,ide itu begitu jahat, dengan tega aku mengorbankan perasaanmu.
Maaf sudah merencanakan konspirasi jahat ini. Semoga menjadi surprise yang sukar dilupakan.
NB:
- Prolognya biar dramatis
- Aku amatir dalam membuat kejutan
- Baca tulisan ini besok malam yaa
- Aku cinta kamu, Helvina Rahmayani
- Selamat ulang tahun ke 24, semoga diberi banyak kemudahan dalam menjalani hidup, sehat dan bahagia selalu. tercapai semua cita-cita, makin sayang dan cubit-able selalu..Aamiin...
Herman Sahdi.
Dumai, 20 Desember 2016: Menjelelang tanggal 21.