Badai itu melemparku pada orang yang lebih dingin dari kutub, aku terjebak di sana. Mungkin tak bisa pergi. Harus berjuang dengan api kecilku, atau beku.
Sepi bikin aku kedinginan, cinta bikin aku tambah menggigil. Inikah cinta itu? Setiap lelaki berupaya menyalakan unggun yang menghangatkan? Tanyaku makin menumpuk tapi tak juga menghangatkan. Dunia ini menyembunyikan banyak hal, salah satunya diletakkan pada dirinya. Dingin sekali Kawan.
Aku merasa iri pada kebanyakan lelaki, tapi keyakinanku menggumpal; ada banyak hal yang perlahan akan muncul di permukaan hidup, akan kudapati satu-persatu. Kalau sekarang aku ada pada labirin hidup maka cinta akan memberi petunjuk. Yang aku perlukan hanya bertahan dalam upaya yang berat ini, menghadapi kenyataan bahwa cinta masih disembunyikan di hatinya yang begitu dalam, dan tak tersentuh siapapun sebelumnya. Aku yang akan menyentuhnya dengan percikan apiku yang hangat.
Pada biji matanya kulihat masa depan, pada gerak tubuhnya kudapati riak hidup yang tak kudapati sebelumnya, pada bibirnya bermekaran bunga-bunga, biarlah aku berada dalam labirin ini mengunyah setiap teka-teki, dan menahan dingin sampai cinta membuatnya jujur dengan kenyataan: cinta tak sedingin ini.
Aku merasa malam menggumpalkan cemburu, namun tak bisa menghalangiku. Tangkai-tangkai kering dan dedaunan yang jatuh mencium tanah adalah gelisahku yang akan tergantikan dengan kecupan mesra kenyataan. Mee, magnet dengan dinding tebal, aku menempel pada dinding itu. Jika pun aku dapat menjebol dinding itu, aku mungkin mesti menghadapai barisan tentara angkuh yang melindungi hatinya yang terpelihara. Hatinya yang masih utuh tapi belum dia ijinkan ada cinta yang tumbuh.
Bagi setiap lelaki pasti berusaha, yang sia-sia adalah mendiamkan diri dengan kristal rindu di dalam dada. Memperjuangkan cinta seperti menaikkan bendera ke puncak tiang dalam pencapaian kemerdekaan, dan kemerdekaanku terpenjara dalam hatinya.