-->

Ziarah ke Masa Lalu

Ziarah ke Masa Lalu

Musim kemarau usai. Hujan turun dengan intensitas tinggi. Dari layar televisi wajah ibukota digenangi banjir. Pukul delapan lewat, hujan turun sampai pagi, meredam semangat untuk ke kampus. Dengan alasan-alasan tertentu, tempat tidur terasa indah. Kuhubungi temanku, memastikan tidak ada kuliah, dan nasib baik berpihak kepadaku. Dosen tidak masuk juga. Tiba-tiba saja pikiranku melompat ke masa lalu, mendarat ke masa SMA. Katanya masa SMA itu masa yang indah. Aku juga mengalaminya, berbagai kisah berbagai cerita. Kebersamaan yang tak lepas dari memori, senyum ceria dari wajah penuh asa membekas dan beberapa yang lain terkubur, tak kuingat.

SMA Negeri 1 Gadingrejo
SMA Negeri 1 Gadingrejo
Aku ingat kata seorang guru matematika, Bu Chaterina namanya. Kata beliau, “Kalian akan mendapati wajah paling jelek sesaat setelah lulus.” Itu benar, aku dan teman-temanku harus melepas masa SMA dan bingung mau kemana. Namun wajah jelek itu tak lama melekat, teman-temanku mendapat kursi di kampus idaman mereka. Tidak bagiku, aku masih harus mengenakan muka terjelak itu dalam periode keterpurukan. Aku tidak diterima. Ah, sedih sekali. Aku memutuskan untuk tidak melanjut kuliah, keputusan yang berat. Cita-cita menguap oleh matahari yang membara di ubun-ubun bumi.

Nasib itu tidak tertebak. Walau demikian hidup mesti berjalan tanpa keberpihakan sekalipun. Rumus-rumus gugur satu persatu, aku kehilangan harapan. Bergelut dengan nasib. Ciut dibakar matahari. Kupu-kupu yang keluar dari kepompong, tapi tak bisa mengepakkan sayapnya: itu aku.
Hidup tak selalu manis. Ada kalanya berhenti melangkah. Kemarau begitu kering, yang kulihat hanya fatamorgana.

Tapi apa arti perjuanganku kalau aku berhenti di tengah jalan, hanaya akan digilas takdir. Beruntung masih ada benih harapan. Hujan turun, aku mulai bangkit. Masa hibernasi habis, kukenakan baju zirah, kuraih zulkarnain dan menebas satu demi satu soal ujian masuk perguruan tinggi, waktu itu SNMPTN namanya. Aku berhasil, aku masuk di teknik sipil.

Hidup tak selalu manis. Tapi liku-liku jalannya yang membuat hidup menjadi hidup.

Aku tidak lagi ada dalam masa lalu, satu tahun mati suri. Aku harus melompat lagi pada kenyataan sekarang. Tak perlu berlama-lama hanyut dalam masalalu, sekelam apapun itu.

Hidup bak mengendarai sepeda motor di jalan raya, untuk melihat ke belakang, aku semestinya tak perlu sampai menengok, cukup melihatnya dari kaca spion.

Share this:

Disqus Comments