Angan-angan berkembang biak lebih cepat dari membelahnya amoeba. Sulit sekali membendungnya. Tiba-tiba saja meluap tanpa disadari, tak tertampung lagi serupa air yang menjebol tanggul. Deras dan menghanyutkan kewarasan. Begitu liar merabai seluruh tempat, masuk seenaknya seperti memiliki tapi tak memiliki. Gagah, tersohor, gemerlap, dan tak tertandingi. Aku bisa merasakannya, begitu angkuh angan-angan itu. Sampai kemudian datanglah yang namanya sepi, penjelasan tentang kenyataan bahwa angan-angan itu tidaklah hidup dalam legitimasi manusia. Ia hanya milik pribadi, hal gaib yang diyakin-yakini atau sekadar untuk menghibur diri dari pahitnya kenyataan. Jalan satu-satunya untuk kembali waras adalah sadar. Pulang ke rumah dan memulai perjalanan baru.
Tapi, angan telah mewarnai sisi lain kehidupan manusia. Tak sedikit yang mendapat energi dari angan-angannya. Begitu banyak pula yang mendapat inspirasi, ide gila atau sesuatu hal besar yang bahkan merubah peradaban.
Lalu, perlukah angan itu dibunuh? Rasanya hanya akan mematikan gairah!
Mestinya, yang perlu diselesaikan adalah pengendalian diri. Angan tanpa action ibarat telur yang tak kunjung menetas. Menunggu keajaiban hanya menunjukkan sebuah kebodohan.
Kenyataannya manusia harus berjuang, tak bisa dipungkiri. Entah itu berjuang untuk sesuatu yang tampak real atau hal-hal yang masih tertumpuk sebagai angan. Semua harus diperjuangkan, diwujudkan. Itulah yang disebut hidup. Berangan-angan saja, tak ubahnya mayat hidup.
Teruslah berangan, tapi jangan pernah berhenti berusaha menetaskannya!
Tapi, angan telah mewarnai sisi lain kehidupan manusia. Tak sedikit yang mendapat energi dari angan-angannya. Begitu banyak pula yang mendapat inspirasi, ide gila atau sesuatu hal besar yang bahkan merubah peradaban.
Lalu, perlukah angan itu dibunuh? Rasanya hanya akan mematikan gairah!
Mestinya, yang perlu diselesaikan adalah pengendalian diri. Angan tanpa action ibarat telur yang tak kunjung menetas. Menunggu keajaiban hanya menunjukkan sebuah kebodohan.
Kenyataannya manusia harus berjuang, tak bisa dipungkiri. Entah itu berjuang untuk sesuatu yang tampak real atau hal-hal yang masih tertumpuk sebagai angan. Semua harus diperjuangkan, diwujudkan. Itulah yang disebut hidup. Berangan-angan saja, tak ubahnya mayat hidup.
Teruslah berangan, tapi jangan pernah berhenti berusaha menetaskannya!
