Aku paham betul bahwa tidaklah mudah bagi seseorang untuk menjadi dewasa. Butuh banyak makan asam garam, mencerna berbagai nilai-nilai kehidupan sehingga terbentuk kebijaksanaan hidup. Dalam dewasalah terdapat kecakapan dalam menafsir berbagai hal, merespon dan bertindak yang solutif. Untuk ukuran lelaki sepertiku, untuk mengatakan sudah dewasa, tentu jauh panggang dari api.
Jangankan untuk memperbincangkan tentang kedewasaan, untuk bangkit dari masalalu saja susahnya minta ampun. Masih saja terseret-seret pada residu yang tak habis-habis menggema.
![]() |
Lokasi: Jenjang Seribu, Bukit Tinggi |
Di waktu yang lain, aku juga iri, manakala hal-hal yang diperbincangkan oleh orang di sekelilingku, memiliki kualitas bahasan yang berbobot, sedangkan aku tak kunjung pandai dan terus menerus memunculkan kebodohan-kebodohan yang dipaksa-paksakan supaya lucu. Berat untuk mengatakannya, tapi itulah kenyataannya. Kenyataan selanjutnya adalah dampak yang tak terelakkan, berupa kebosanan. Aku tak bisa menyanggah, bahwa orang-orang di sekelilingku akan bosan, bahkan orang paling dekat sekalipun. Aku pun tak bisa menyalahkan, karena semua berawal dari kesalahanku sendiri yang terlalu monoton dan hambar.
Pertanyaan bodoh yang pernah aku tanyakan pada diriku sendiri, "Mengapa aku sebodoh ini?"
Sampai saat ini belum ada jawaban lain, selain karena aku memang bodoh. Lalu, apakah orang akan menerima sebuah kebodohan, hal monoton, hidup yang hambar, dengan ekspresi yang riang dan ikhlas? Aku tak tahu.
Orang bilang, kepribadian orang sedikit banyaknya akan terpengaruh oleh lingkungan. Ada beberapa hal yang aku sepakati. Misalnya, dua kakakku adalah perempuan, maka secara tidak langsung ada sifat-sifat perempuan yang terinjeksi dalam diriku. Mungkin ini yang membuat diriku agak sensitif. Ternyata aku bukan lelaki yang paripurna, pikiranku pernah mengatakan demikian.
Sering aku ingin menampar diriku sendiri. Lalu sedikit perasaan 'tak peduli' memberikanku sedikit kekuatan. Bahwa kehidupan ini dinamis, ada orang-orang yang lebih pelik permasalahan hidupnya. Maka segala kemiskinan warna yang kumiliki sebisa mungkin bisa kuredam.
Namun, kadang-kadang tak bisa dicegah. Aku minta maaf kepada siapapun, aku tak pernah berhenti belajar, meski masih terkesan tak kunjung pandai.
Satu hal lagi yang ingin aku katakan, adalah perihal hobi. Entah, sejak dulu aku tidak tahu hobiku apa. Maka aku mengerti betapa senangnya orang yang sedang melakukan hobiya. Sebuah perasaan yang aku sendiri tidak bisa menjangkau. Hanya saja aku masih belum mengerti, mengapa akhir-akhir ini aku sedikit sentimen. Mungkin karena aku terlalu sering melihat orang begitu bahagia melakukan hobinya. Atau aku yang terlalu sensitif, bahwa aku keriapkali dianggap tidak ada. Ah, aku sering berlebihan. Aku ingin sekali diperhatikan, padahal aku tak punya hal menarik untuk diperhatikan.
Tapi jujur, aku iri terhadap orang yang bisa membuat kekasihku lebih semangat 'ngobrol' dibandingkan denganku. Aku minta maaf akan semua itu.