Bandarlampung, 16 juni 2011
Di sini, kecemasan mengerumuniku. Kamar dan hatiku serasa diacak-acak olehnya.
Aku masih tergadai oleh harapan, harus segera melunasi hutangku.
Kau percikkan api, sebelum esok tiba.
Kepastian adalah angka yang tak mampu kutentukan jumlahnya.
Adalah kata yang berbisik lirih, tak jelas.
Aku ingin membawa cintamu menemui kepastian itu.
Untuk mencumbui masa depan.
Asap rokok mengepul, aku membakar usiaku, akan menyisakan abu dan putungnya. Hidup ini terasa pengap, ratusan dedaunan gugur, namun belum kulihat tanda-tanda akan bersemi, aku tinggal reranting kering rapuh di hempas angin.
Suara azan menggiring matahari keperaduan. Kusaksikan sisa-sisa cahaya melambaikan tangan. Tapi kau telah pergi lebih dahulu. Menghadiahkan malam ini untukku. Kerinduan yang akan membungkus jiwaku dalam penantian yang tak pasti.
Kuhitungi dedaunan yang gugur seperti kuhitungi hari-hari yang kau lepaskan tanpa diriku. Hingga membusuk, seperti kesabaranku ini. Aku terkapar dalam janjimu, meronta pada kesetiaan. Tapi yang kutemui tinggal abu harapan. Kau benar-benar lenyap dalam dusta yang kelam.