-->

Sayap-Sayap Sore

Sayap-Sayap Sore

Kupu-kupu terbang di taman berbunga. Kulihat warna-warninya yang ceria sore itu. Menguras perhatianku. Ada kalanya aku merasa dunia ini begitu ramah, dunia ini begitu berwarna. Saat-saat itulah aku menemukan kembali diriku, di sayap kupu-kupu yang dikepakkannya dan juga di setiap kelopak bunga yang merekah.

Aku seringkali salah menerjemahkan, kondisi yang tidak mengenakkan sebagai bentuk keterpurukan, padahal itu isyarat-isyarat yang menunjukkan jawaban atas teka-teki hidup. Tuhan mengajarkanku tentang hidup dengan cara-Nya yang anggun. Aku butuh kejernihan untuk melihat di balik cadar rahasia yang selalu menyembunyikan keindahan di baliknya.

Langit mulai bersolek, angin berlari mengejar burung-burung kecil yang hendak pulang ke sarang: menghantarkan matahari keperaduan. Bunga yang bermekaran tersenyum padaku seperti hendak berkata sesuatu namun tertahan oleh kelembutan hatinya, namun keinginan itu seperti tak terbendung. 

Dunia ini indah, seperti kelopak-kelopakku yang mekar. Aku akan tersenyum saat kumbang-kumbang dan serangga liar itu mengambil maduku. Karena aku yang mengundang kedatangan mereka. Aku tak pernah menitikkan air mata, maka Kau jangan bersedih atas apa yang hilang padamu, atas apa yang kau beri” kata-kata itu memukul gendang telingaku dengan lembut namun begitu jelas.

“Aku tak sedamai dirimu” Balasku dengan pengibaan yang rendah.

Dia kembali berkata sembari mengecupku. “Kedamaian itu akan datang dengan sendirinya, mendiami jiwamu saat kau berani mengakui bahwa apa yang ada pada dirimu bukan semata-mata milikmu, seperti maduku ini. Membahagiakan orang lain itu adalah upaya menebar kedamaian dalam diri kita.”

“Apa aku harus selalu membahagiakan orang lain?”

“Apa aku harus menjelaskannya?” sahutnya dengan tangkas, tapi tiba-tiba menghentikan percakapan singkat itu. Kutatapi satu-satu, namun mereka hanya tersenyum dan tak berkata lagi.

Kulanjutkan perjalanan melewati tiap lekuk tubuh dunia ini. Angin menabrakku entah membawa apa, namun langit jingga memberi tahuku, malam segera menguasai dunia dan mungkin juga hatiku. Aku tak peduli, kulihati lambaian matahari yang gagah itu ada di pintu barat yang hampir tertutup. Kukecup dengan mesra sore itu dengan pengharapan yang besar yang belum kukenali.

Aku harus kembali sebelum hari benar-benar gelap. Kulempar gelisahku ke mulut malam dan menyimpan keceriaan kupu-kupu juga bunga-bunga yang mekar ke dalam hatiku. Dunia ini tak benar-benar kelam.

Share this:

Disqus Comments